<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Haru Biru

Sunday, December 10, 2006 by ismansyah

Curhatan................

Kali ini aku bercerita tentang biru, lagi-lagi biru. Remang-remang, tersamar diantara hitam dan putihnya kelabu. Diantara keraguan dan keinginan yang menggebu. Lalu kenapa harus biru, kenapa tak hijau, kuning, atau merah yang juga penghias warna dunia? Atau lembayung jingga yang juga adalah warna? Jawabannya “tak tahu” yang bisa bermakna terlalu banyak sengketa. Bisa jadi karna biru adalah langit, dinding kokoh pengayom yang beratap di atas kepala.. Atau biru adalah laut yang memabukkan hampir semua jiwa, menghasut, lalu memaksanya hingga menusuk ke selubung hati. Atau juga biru adalah sensasi, yang lebih dari hanya sekedar seberkas cahaya energi tinggi yang masuk ke mata. Tapi juga berinterferensi dengan getar-getar makna yang tergabung dalam maya dan nyata………………………………………………………………………………………..

Apapun itu, tak perlu didefenisi karna pada akhirnya hanya akan memberikan batasan-batasan. Dan sudah pasti tidak akan meyenangkan karna akan merenggut jiwa kebebasan.

Lalu ada apa dengan biru?

Bukanlah sebuah pertanyaan! karna tak seorangpun yang akan dapat menjawabnya. Dalam sebuah film saja pertanyaan itu dibiarkan menggantung begitu saja. Secara bebas dibiarkan memprovokasi penikmatnya dan memaknainya sesuai keinginan mereka. Dan tidak hanya disitu, bukan hanya didunia imaginasi pelakonannya. Terlebih-lebih di dunia nyata, disetiap zaman ia adalah tanda tanya, gairah hidup, penghasut, dan induk hampir semua peristiwa.

Sangat sederhana,…biru…hanya satu kata. Tapi sesuatu yang berlebihan akan berubah jadi inversnya seperti kata “sederhana” yang didahului oleh kata “ sangat”. Begitu juga biru akan berubah menuju kompleksitasnya karna satu kata bisa berarti beragam makna dan lebih rumit lagi tanpa defenisi. Lebih padat dari bahasa puisi siapapun karna ia adalah sebuah kata super massif bermakna infinitif.

Sangat popular karna tidak satu hati pun yang tak pernah disinggahinya. Bergerak kilat melalui cahaya atau bahkan tanpa perantara. Lalu mengendap-endap perlahan timbulkan anomali, munculkan fluktuasi waktu demi waktu. Sampai titik itu tiba-tiba saja ia berubah menjadi sesuatu yang sangat asing, sesuatu yang sangat membingungkan dan berulang kali dipertanyakan. Ia telah berubah menjadi sesuatu yang tak terdefenisikan bukan karena ketidaktahuan, mungkin karena ketidakfahaman. Atau juga karena ketidakselarasan antara keinginan dan pengalaman seperti orang yang memecah cermin.



gambar diambil dari:
http://ic1.deviantart.com/fs8/p/2005/331/6/6f0f3d983191d097.jpg
http://thor.info.uaic.ro/~busaco/paint/blue-life/WallOfLove.jpg

Caro-kann 27sept 05

Dalam kenangan (memanusiakan alam)

by ismansyah

Anda tahu, mereka masihlah terlalu kecil, dan belum mendapatkan sesuatu yang seharusnya menjadi hak-hak mereka. Seperti apa misalnya? penghidupan yang lebih layak, tumbuh berkembang besar dan hak-hak lainnya meskipun mereka hanyalah beberapa ekor binatang

Ini sangat menyakitkan , teringat saat-saat pertama kali bertemu,tubuh-tubuh yang rapuh dan mulut yang kehausan ditinggal sang induk entah kemana. Tentu saja sisi kemanusian (tentunya untuk binatang, karena menurut saya perikebinatangan itu adalah kata yang rancu) seseorang pasti tergoyang, hanya saja sikap yang diambil berbeda-beda dan itu bukan sesuatu masalah yang besar.

Dan beberapa hari berikutnya terkesan seperti ada harapan hidup untuk mereka, dan aku juga meresa sangat bersemangat dan telah membayangkan seperti apa kiranya jika kelak mereka tumbuh dan besar. Tapi saya tidak tahu, apakah itu kodrat bahwa seekor bayi memang harus diasuh oleh induknya? (meskipun dalam banyak cerita-cerita dongeng dan sejarah hal ini terbantahkan, dan begitu juga dengan percobaan-percobaan ilmiah, tapi untuk kasus ini aku sungguh tidak paham. Atau memang ini hanya sebuah usaha yang tidak maksimal? ataupun pengetahuan yang pas-pas-an?

Sekali lagi ini sangat menyakitkan sungguh (meskipun dalam beberapa penampakan terlihat tertawa-tawa ria) jika anda membayangkan bahwa setiap hari, 3 kali anda memberi mereka susu, diawal awal malah mereka enggan karena belum terbiasa dengan cara itu, tapi lambat laun akhirnya mau juga. Melihat mereka tertidur dan tiba-tiba esoknya basah kuyup (aku tak tahu darimana air itu datangnya) sehingga harus di elap dan dikeringkan. Dan ini memang hal kecil tapi ketika masuk didalamnya dan anda berpikiran harus menyelamatkan beberapa nyawa melalui tangan anda, saya pikir ada suatu hal yang harus ditangani dengan serius dan tidak cukup hanya dengan berkeluh kesah seperti saya ini (dan sekali lagi ini memang hal yang kecil...hanyalah nyawa beberapa ekor anak kucing dan tak ada artinya jika membandingkan dengan tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekitar kita)

Tapi anda akan berteriak histeris karena keesokan harinya 2 ekor dari mereka telah terbaring kaku dikerubungi lalat. Sebuah hal yang mungkin sedikit sulit diterima. Kemudan ditambah satu lagi keesokan harinya, dan satu lagi menyusul keesokan harinya lagi. Habislah mereka semua padahal susu yang dibeli buat mereka belum habis setenaghnya pun. Ya untuk beberapa waktu dan kerena ada kesempatan, aku bisa saja menyusui mereka, memberi makan, merawat dan usaha lainnya, tapi sungguh aku tak bisa membuat mereka untuk tetap hidup, setidaknya sampai naluri alamiah mereka muncul untuk dapat bertahan hidup sendiri. Dan siapa kambing hitamnya...? Tuhan??? oh..tidak aku terlalu lancang untuk itu. Dalam setiap pengalaman belum pernah ada celah cela dalam keagungan-Nya (meskipun sering kali kenyataan-kenyataan yang dihadirkan itu berliku-liku dan memerlukan kerja keras dan kesabaran untuk menemukan jawabannya) dan kali ini, sekali lagi ia memberikan sebuah kasus yang hendak dicari dan dijawab, kenapa?

Karena jika saya bertitik tolak pada sebuah pemahaman perasaan saja, tentu pertanyaan itu akan muncul begitu saja dan dalam berbagai turunan. Kenapa, bayi-bayi kecil seperti mereka harus berakhir seperti itu?harus mati perlahan-lahan tanpa harus bisa berbuat apa-apa kecuali memberinya makan? kenapa, dan kenapa saya harus melihat hal-hal yang seperti itu???? Akan tetapi beruntung sekali bahwa manusia tidak hanya dilengkapi dengan perasaan belaka. Kalau tidak kita semua akan mempertanyakan hal yang sama tanpa memberikan kesempatan pada diri kita untuk menemukan jawaban logis atas itu semua. Setidaknya menemukan jawaban yang bisa diterima oleh pikiran kita dan berkata bahwa tidaklah semua kejadiaan ini terjadi dengan sia-sia, dan ini bukanlah sebuah ketidakadilan alam atau pencipta-Nya, tapi sebuah keadilan, keadilan untuk mencapai keseimbangan alam, hanya saja seringkali dikemas dalam bahasa-bahasa yang sedikit rumit untuk ditelusuri.

Dan sekarang lihatlah, mereka telah terbaring disana dengan tenangnya. Dipusarab bumi bermain dan bermanja-manja seperti sediakala, dan begitu seharusnya

Gambar diambil dari:

http://www.boredtodeath.co.uk/pictures/14.06.06/tinycat.jpg