<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Resensi film

Rindu kami padamu
Garin nugroho

Cerita ini berlatar di sebuah pasar rakyat di ibukota yang berpusat pada kisah 3 orang anak (bimo, rindu, dan asih). Menceritakan tentang kehidupan mereka dan interaksi sosial rakyat kecil yang hidup, tinggal, dan mencari makan disana. Lagi-lagi Garin Nugroho membawa realitas masyarakat kecil kedalam film nya yang memberikan tamparan kepada sinetron-sinetron yang beredar di layar televisi kita yang kebanyakan memaparkan tentang kemapanan dan hal-hal kecil gak penting sama sekali (sudah akh..gak bakalan ada habis-habisnya kalau ngomongin sinetron). Aroma dan warnanya hampir mirip dengan film Daun di atas Bantal (berkisah tentang kehidupan rakyat bawah) hanya saja film ini diakhiri dengan kesimpulan yang lebih bahagia (bimo yang menemukan sosok pengganti ibunya, kembalinya ibu asih, kembalinya kakak rindu, dan kebahagiaan massal masyarakat di sana karena kubah mesjid mereka akhirnya datang juga)

karakter-karakter tokoh dalam film ini cukup asli dan tidak berusaha menutup-nutupi keadaan dan kenyataan sehingga terlihat ideal. Bagaimana watak seorang guru ngaji yang mengajar anak-anak kecil yang hidup di pasar, bagaimana watak para pedagang kecil, keseharian mereka, orisinalitas watak anak-anak yang tumbuh di daerah seperti ini (bimo, rindu, dan asih) beserta permasalahan khas mereka (permasalahan anak kecil yang biasanya polos, konyol, sekaligus jujur), dan watak tokoh-tokoh lain dari cerita ini.

Satu hal yang cukup meresap kedalam diri saya adalah interaksi sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tersebut. Cukup intim, dekat, dan saling memahami satu sama lain. Kerja yang menyangkut kepentingan kelompok di kerjakan secara beramai-ramai bahkan Permasalahan-permasalahan perseorangan secara spontan dianggap sebagai masalah bersama dan ikut memberikan solusi. Saya rasa ini karakter asli bangsa Indonesia, warisan leluhur yang mendekati kepunahannya.

Hanya saja bagi saya film ini kurang mendetail. Banyak hal dan kejadian dipaparkan secara singkat begitu saja. Saya tidak tahu apakah itu disengaja dengan anggapan kejadian-kejadian dalam adegan film tersebut tidak perlu dianggap sebagai sebuah masalah dan tidak perlu didramatisir sedemikian rupa. Atau hal lain yang mungkin adalah karena titik pusat tokoh tidak hanya pada satu orang tapi banyak sehingga jika didetail durasinya akan lebih lama. .

“ Resensi film ”

  1. Anonymous Anonymous Says:

    belum nonton pelem ini. padahal setiap lebaran, pelem ini sering tayang di tipi.

  2. Blogger Edwards Says:

    Setiap lebaran? Bukannya ini film baru dirilis tahun lalu?
    --
    Man, aku juga belum nonton. Tapi kalau liat kualitas Garin sih, cukup yakin lah aku mah...

  3. Blogger ismansyah Says:

    umm...

  4. Blogger Iman Brotoseno Says:

    no offense,..saya sih belum nonton he he