<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Mahasiswa dan kampus :Ulasan Buku "Assalamu'alaikum: ISLAM ITU AGAMA PERLAWANAN" Eko Prasetyo

Sunday, February 18, 2007 by ismansyah

to




Ada tatanan yang bergeser demikian cepat dan itu memberikan pengaruh banyak bagi gerakan Islam. Di bidang ekonomi ada tuntutan untuk melakukan liberalisasi secara agresif. Tuntutan untuk membuka investasi sama halnya dengan gairah untuk melakukan privatisasi. Hal yang sama ada juga pada upaya aktif untuk melakukan pencabutan subsidi yang punya akibat langsung bagi sejumlah layanan publik. Salah satu yang kena dampak langsung adalah pendidikan serta kesehatan. Pendidikan telah disulap perannya, dari upaya untuk mendorong tradisi intelektual berubah menjadi mesin tenaga kerja. Itu sebabnya peserta didik kemudian dipandang sebagai objek yang bisa dikenai berbagai aturan dan diarahkan menurut keinginan pasar kerja. Pendidikan kemudian membentuk mahasiswa yang menyambut antusias berbagai bentuk perubahan dengan bekal ketrampilan.

...................................

Gerakan mahasiswa secara umum punya masalah kaderisasi. Soal yang hampir sama diderita oleh pergerakan muda Islam. Secara jumlah mereka yang ingin masuk pergerakan terus menurun dan ini tidak diimbangi perubahan signifikan dalam perumusan materi pengkaderan. Walau dibeberapa wilayah, setahu saya diluar Jawa, antusiasme untuk ikut aktif di gerakan masih menyala-nyala tapi inipun harus berhadapan dengan budaya kampus yang tidak memberi banyak kesempatan mahasiswa untuk bisa aktif secara maksimal. Iklim kampus yang tidak memberi tempat bagi pergerakan ini kemudian terdesak oleh sejumlah aktivitas yang menitik-beratkan pada gaya hidup dan hobby. Terlebih-lebih kampus mulai terbuka dengan intervensi industri yang selalu mencari pasokan sumber daya manusia dari sana. Industri media misalnya mulai menyisir mahasiswa untuk menjadi grup pelawak, da’i hingga penyanyi dangdut. Kampus kemudian menjadi tambang bagi segala jenis industri, termasuk di dalamnya industri hiburan.

................................................................................................................................................

.............................................................................................................................tak jarang dilingkungan internal terjadi dualisme kepemimpian dan masing-masing bisa berebut klaim. Pecahnya organ gerakan muda Islam ini menenggelamkan kader-kader yang berkualitas karena mereka yang memiliki kemampuan kurang tertarik untuk masuk dalam organisasi. Biasnya karena intrik politik yang sering memakai cara-cara kotor dan kasar. Lebih baik mereka menjadi pemikir yang independen. Sangat sedikit karakter cendikiawan yang dalam istilah Gramsci sebagai intelektual organik. Di beberapa tempat mereka bisa bertikai bukan dengan argumen tapi melalui bentrok fisik yang berujung jatuhnya korban. Ini yang membuat kian hari kian merosotnya kualitas kader karena memang tidak dibangun kultur intelektual yang kokoh di dalamnya.

Paragraf-paragraf diatas adalah beberapa petikan pandangan dan analis yang ditulis oleh Eko Prasetyo dalam bukunya ”Assalamu’alaikum : ISLAM ITU AGAMA PERLAWANAN!”. Analisis yang sangat tajam dan akurat dalam memaparkan kondisi kemahasiswaan yang ada sekarang ini. Saya katakan demikian karena seperti itu yang saya perhatikan dan alami terutama di kampus saya tercinta, sehingga tiap-tiap kalimat, saya baca dengan anggukan-anggukan tanda setuju yang sebenarnya tidak perlu (beberapa kali saya pernah mengamati keadaan kampus dan mahasiswa lain, baik itu yang berada di Bandung, ataupun di luar Bandung sampai kepada kampus di luar pulau jawa yang konon adalah kampus terbaik se-sumatra)

Walaupun secara khusus yang disoroti adalah organisasi mahasiswa ber-basis Islam, akan tetapi analis beliau masih sangat cocok dengan keadaan organisasi mahasiswa secara umum. Beberapa kali sering terjadi perdebatan-perdebatan tidak produktif sekan-akan mahasiswa bukanlah seorang yang kritis dan kaum intelektual sehingga tidak mampu membedakan mana yang penting dan gak terlalu penting, bahkan lebih kacau lagi kesulitan dalam membedakan mana yang penting dan gak penting sama sekali.. Misalkan perdebatan-perdebatan idiologis tanpa pergerakan, dan parahnya esok-esok kami (baca:mahasiswa) sudah lupa apa sebenarnya yang kami perdebatkan kemarin-kemarin. Hari ini kami bersikeras dengan pendapat kami ”menurut gue gini,titik!” dan esoknya praktek dan keseharian kami sangat berbeda sekali dengan apa yang kemarin kami dengung-dengungkan.

Buta dan tidak mampu melihat realitas juga salah satu kekeliruan yang terjadi selama ini dalam melihat permasalahan sehingga sering kali terjadi benturan-benturan kepentingan. Apakah itu terjadi antara orang-orang ’kiri’ dengan ’kanan’, ’depan’ dengan ’belakang’, ’atas’ dengan ’bawah’, ’tercerahkan’ dengan ’sesat’, atau apapun itu dengan apapun itu seolah-olah kami tidak tahu siapa musuh kami sebenarnya. Pernah terdengar oleh saya sebuah pernyataan aneh yang berkata ”lho dia kan orang ’kiri’ ketua organisasi itu-anu” lah...saya bingung karena pada dasarnya oknum yang dimaksud juga masih seorang muslim dan jelas-jelas masih sholat! Ini sempat membingungkan saya karena tuduhan-tuduhan seperti itu sering kali mengacaukan pemikiran mahasiswa yang masih ’tanggung’ dan berujung-ujung pada tumbuhnya sebuah benih sentimen diantara penuduh, yang terkena gosip, dan sang oknum yang tertuduh.

Kelemahan dalam menyatukan semua sudut pandang sehingga secara gegabah sering kali membuat kesimpulan parsial, dan kemudian mengambil keputusan yang ’kurang tepat’ yang berujung-ujung pada terjadinya perdebatan lagi-perdebatan lagi-lagi-dan lagi. Ini menyebabkan masalah hanya berputar-putar pada wacana dan metode tanpa ada sebuah kesimpulan yang dapat digunakan untuk merangkul semua pihak. Dan jangan ditanya kapan mulai bergerak!

Dan ini ditambah lagi dengan antusias masyarakat kampus yang semakin lama semakin kecil dalam aktifitas kemahasiswaan. Beban akademik adalah kambing hitam tertuduh yang paling disalahkan sehingga mau tidak mau mahasiswa harus lulus se-tepat waktu-mungkin yang kalau dalam bahasanya Pak Eko, untuk memenuhi tuntutan pasar kerja yang semakin lama semakin sulit. Lalu rongrongan media dan segala jenis hiburan (ada rumor yang berkembang di kampus saya bahwa kebanyakan mahasiswa di kampus ini di Drop-Out hanya karena keterusan bermain game, tahan berhari-hari hanya dengan makan mie, dan saya juga salah satu korban dari game-game-an itu, cuma saja untungnya bakalan muak jika seharian dan juga untung belum di DO) yang melalaikan dan kerap kali menutup-nutupi realitas yang tengah terjadi. Semakin lama dicekcoki media yang gak mutu, maka mahasiswa semakin apatis dan semakin masa bodoh karena memang sebuah bentuk kemapan telah terpatri di kepala mahasiswa yang pada dasarnya adalah seorang yang dinamis dan anti kemapanan (slogan khas mahasiswa) Dan ini menjadi lengkap karena waktu terbuang percuma untuk menikmati segala pesona media sehingga waktu untuk belajar, membaca, dan segala upaya untuk menjadi seorang mahasiswa yang sesungguhnya terbuang percuma begitu saja....


NB: Tulisan ini pada dasarnya dibuat sebagai peringatan untuk diri sendiri dan untuk siapa saja mahasiswa yang merasa terceritakan di dalamnya. Dan tentu saja dengan segala kerendahan hati-segala kerendahan hati dan segala kerendahan hati.


Salam Ganesha!!! Bakti kami untukmu,............(terlalu berat untuk diucapkan)...........


Acuan Pustaka :
Prasetyo, Eko "Assalamu'alaikum:ISLAM ITU AGAMA PERLAWANAN", Resist Book, 2006, Jogjakarta.

Gambar diambil dari:
http://www.che.itb.ac.id/iso/albar2.jpg
http://jsofian.wordpress.com/files/2006/07/idea1.gif
http://www.serambinews.com/gambar/berita/300406serambibedu.jpg
Yang terakhir foto punya sendiri :)

Labels:

Aneh-aneh..

Saturday, February 17, 2007 by ismansyah

Langsung saja!

Sekilas lewat liat acara tv yang diputar di sctv dengan judul Obsesi dewa 19: mencari dewi-dewa.

Hanya sekilas dan lihat 2 orang kontestan menyanyikan lagu dewa dengan judul pangeran cinta. Disalah satu kalimat, lirik lagunya ada yang ngomongin masalah mati gitu. Nah yang herannya mereka nyanyiin lirik tersebut tanpa beban dengan pakaian super seksi! untuk ukuran budaya timur. Wow..wow..aneh-aneh aja...

one word

by ismansyah

one word, needs ten actions...
so, i'll try to stop! saying something useless...
or it will be bull***t!

Lelaki berpayung ungu

by ismansyah


Ada kisah seorang lelaki yang tidak suka memakai payung. Kenapa? alasannya sederhana saja "aku suka hujan!, ...aku suka hujan sewaktu pertama kali bulir-bulirnya mengenai rambutku dan meresap ke kulit kepalaku. Mungkin hanya kesegaran, tetapi itu begitu berharga bukan saja karna teriknya mentari, tapi juga karena mendinginkan panasnya otakku"

Tapi setelah dipikir-pikir, dan kemudian dipikir berulang kali lagi olehnya, ternyata alasan itu adalah alasan seorang lelaki melankolis konyol nan naif. Itu bukan alasan karena tetap saja ia masih sering kali berusaha menghindari hujan. Tapi ada sesuatu yang tak bisa dirumuskannya sehingga ia enggan memakai payung ketika hujan. Apa itu?

ternyata itu adalah sebuah obsesi yang terpendam dan dibawa dari masa kecilnya. Dahulu sewaktu hujan datang dan ia ingin sekali bermandikan hujan, ternyata niat itu dilarang ibunya. Walhasil ia hanya dapat menatap dan meratap hujan dari balik jendela kaca dan menikmati setiap rintiknya. Sesekali orang lewat dari depan rumahnya dengan mengenakan payung dan ia berkata dalam hati "kenapa harus pakai payung? bukankah begitu menyenangkannya bermain hujan-hujanan?" Dan obsesi waktu kecil itu terbawa sampai sekarang sehingga ada sebuah dorongan bawah sadar, semacam arketip yang memaksanya untuk tidak memakai payung.

Lantas begitu saja disetiap kali bepergian ia tidak pernah membawa payung. Begitu hujan datang, ia tetap berjalan dengan tenang, semakin lama semakin lebat sehingga ia harus berlindung dibawah kemeja atau kaosnya yang digunakan untuk menutupi kepala. Basah-basah dan membuncah, dan jika aliran hujan semakin deras dan tak tertahankan, mau tak mau ia harus singgah dulu di kaki lima kedai-kedai kelontong di pinggir jalan, di warung kopi, atau dimana saja yang dapat menahan hujan sampai sedikit mereda.

Tetapi, beberapa pengalaman menuntutnya untuk keluar dari kesenangannya berjalan meresapi hujan. Dan beberapa kepentingan mengharuskannya untuk melupakan kegembiraannya berlari-lari di tengah lebatnya hujan. Apalagi saat-saat musim hujan seperti sekarang ini. Ia tidak mungkin terus-menerus menunggu hujan mereda sambil nongkrong di warung kopi sementara sebentar lagi kuliah akan dimulai. Dan apabila nekat menerobos hujan, ia akan basah kuyup dan bisa-bisa jadi bahan pembicaraan bahkan menjadi bahan tertawaan teman-teman kelasnya (dan tentu saja ia tidak suka dijadikan sebagai bahan pembicaraan apalagi bahan tertawaan) Dan juga kepentingan-kepentingan lainnya, harus kesini, harus kesitu (katanya juga ia sangat senang bepergian, kemanapun itu setidaknya tidak duduk melongo dikost-an) harus ngerjain ini, ngerjain itu atau hanya sekedar berjalan-jalan.

Dan akhirnya, ia memutuskan untuk membeli sebuah payung berwarna ungu, dengan harga lima belas ribu. Akhirnya, ia memiliki payung juga setelah sekian lama. Ditatapinya payung itu "hmm..berwarna ungu"

Esoknya ia terlihat berjalan-melenggang di tengah lebat hujan sambil ’berasap-asap ria’. Wah sepertinya ia tetap merasa senang meskipun tidak terkena hujan. Setidaknya ia masih berada di tengah-tengah hujan yang dibawa dari masa kecilnya dan tetap tanpa resiko harus kebasahan. Tetapi ada sebuah pertanyaan, kenapa harus ungu?? kenapa?apakah itu hanya sebuah kebetulan? Wah sepertinya gak penting dibahas..


Gambar diambil dari :

http://blumoonart.wordpress.com/files/2006/09/purpleumbrella3.jpg&imgrefurl

http://www.hansongallerycarmel.com/artists/peter_max/umbrella/index_html/fullsize_jpg

Labels:

Ruang Rindu, Letto

Wednesday, February 14, 2007 by ismansyah

Di daun yang ikut mengalir lembut, terbawa sungai ke ujung mata

Dan aku mulai takut terbawa cinta, menghirup rindu yang sesakkan dada

Jalanku hampa dan ku sentuh dia, terasa hangat di dalam hati

Kupegang erat dan kuhalangi waktu, tak urung jua ku lihatnya pergi

……

Tak pernah kuragu dan selalu kuingat, kerlingan matamu dan sentuhan hangat

Ku saat itu takut mencari makna, tumbuhkan rasa yang sesakkan dada

(*) Kau datang dan pergi begitu saja, semua ku terima apa adanya

Mata terpejam dan hati menggumam, di ruang rindu kita bertemu

Apa yang saya rasakan saat pertama kali lagu ini masuk menyentuh gendang telinga saya, kemudian merambat melalui saraf dan diinterpretasi oleh otak saya?. Lantas diaduk dengan perasaan, segala kesadaran dan ketidaksadaran yang merujuk pada pengalaman? tidak ada! kesannya hanya seperti lagu-lagu pop-melo secara umum dan tidak memiliki kelebihan. Malah saya menganggap beberapa nadanya sangat mirip dengan sebuah lagu barat yang, waduh!!saya lupa judulnya ama nama penyanyinya maaf.. J

Tapi kemudian lagu itu terdengar lagi secara kebetulan dan entah kenapa (terkait dengan proses kesadaran dan ketidaksadaran yang saya sebutkan diatas) makin lama kedengaran semakin syahdu. Di lain waktu saya berusaha untuk mendengarkan lagi dan rasa nikmatnya semakin bertambah sehingga saya putuskan untuk men-download lagu ini dan memindahkannya ke komputer saya. Tidak cukup dengan itu maka saya berusaha untuk mencari lirik lagunya dengan benar dan ketika menghayati kentara sekali bahwa liriknya mirip-mirip puisi, sangat indah, detail dan berkelas (dibandingkan lirik lagu pop-pop yang lain). Lihat saja makna kias yang digunakan kata demi-kata dalam kalimatnya dan persajakannya yang dominan disetiap baris demi baris. Dan kedua unsur itu digabung secara utuh menjadi sebuah lirik lagu yang indah, merangsang imaginasi dan pikiran (hanya saja saya kecewa ketika melihat video klipnya, sangat jauh melenceng dari perkiraan saya karena tidak sinkron dengan lirik lagunya. Saya kira video klipnya bakalan seperti video klipnya Padi, mahadewi yang eksotis dan estetis, hanya saja didominasi oleh warna-warna hijau, krem dan sedikit merah kecoklat-coklatan)

Apakah saya terlalu berlebihan dalam memuji lirik lagu ini? bisa saja karena mungkin beberapa kalimat dari lirik lagu ini ada yang beririsan dengan pengalaman pribadi, bersifat emosional. Akan tetapai sewaktu berkuliah Fisika kuantum tadi pagi (14 februari 2007) ada interpretasi lain yang saya dapatkan dari judul lagu ini ruang rindu. Mungkin saya terlalu gegabah mengungkapkannya dan banyak orang yang faham akan mencak-mencak ketika membaca ini. Tapi tak apa saya anggap sebagai intermeso saja.

Dalam bahasa fisika, ruang itu lebih dinyatakan sebagai jarak dan dinyatakan sebagai metrik dalam bahasa matematika. Mungkin dalam pemikiran kita sehari-hari ruang adalah sesuatu yang bersifat 3 dimensi, memiliki volume seperti kamar kita, ruang kelas, ruang baca, dan sebagainya. Akan tetapi secara umum dalam fisika, ruang dinyatakan sebagai jarak seperti yang sudah saya katakan tadi. Bisa saja sebuah garis ataupun permukaan datar (1 dimensi dan 2 dimensi) dikatakan sebagai ruang. Jadi dalam mengartikan defenisi dari ,ruang rindu lagunya letto ini maka akan lebih tepat jika kata ruang disini diartikan sebagai jarak dan ketika ditambahkan dengan kata rindu dibelakangnya maka secara keseluruhan ia akan berarti rindu yang timbul akibat adanya jarak diantara dua orang manusia. Tentu saja ini adalah bikin-bikinan saya saja. saya akan biasa saja jika anda protes dengan kesimpulan saya ini tapi saya akan sangat senang jika anda tertawa membaca ini.