<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Reaksi Nuklir dan Percampuran kebudayaan

Indonesia memang sebuah bangsa multikultural, jika kita ambil pembanding negara-negara lain maka akan lebih tepat jika kita katakan sebagai bangsa super multikultural. Betapa tidak karena lebih dari 400 suku hidup dan mengembangkan budayanya masing-masing di nusantara ini sesuai dengan struktur geografisnya yang bermacam-macam pula.

Setiap suku memiliki aturan masing-masing, memiliki norma-norma dan kebijakan lokal masing-masing. Setahu saya masyarakat indonesia adalah masyarakat terbuka yang mampu beradapatasi dan menerima kebudayaan-kebudayaan luar yang masuk ke dalamnya. Akan tetapi sadar atau tidak sadar masing-masing kebudayaan lokal kita mengembangkan sebuah sistem pertahanan diri juga untuk memproteksi nilai-nilai lokalnya. Tapi seiring dengan kemajuan informasi, immunitas itu luntur dan suku-suku di negara kita mulai terseragamkan -mungkin itu baik karena semakin seragam kita maka semakin sedikit konflik yag akan terjadi dan semakin cepat kita mencapai tujuan yang telah kita sepakati bersama, dan mungkin juga itu jelek karena ada pendapat yang mengatakan penyeragaman itu adalah bawaan dari luar Indonesia, manipulasi sistem pasar internasional untuk mempermudah penjualan produk-produk mereka- Di beberapa suku yang kurang mendapat akses informasi mungkin masih memiliki kebudayaan yang sangat asli akan tetapi di kebanyakan suku telah kehabisan identitas aslinya sendiri. Mungkin masih ada tersisa sedikit ciri kebudayaan yang pada dasarnya saya melihatnya hanya sebagai arogansi yang timbul akibat penyeragaman kebudayaan yang sangat cepat. Penyeragaman yang sangat cepat dan cenderung dipaksakan membuat masing-masing kita panik, berpikir, dan bertanya apa lagi nanti yang akan tersisa? dan secara tak sadar yang ditampilkan hanyalah simbol dari kebudayaan itu sendiri, kulit luarnya yang ujung-ujungnya berubah menjadi arogansi.



*Alam sendiri mampu melakukan reaksi yang sangat cepat yang berorde 10 pangkat -23 detik melibatkan energi yang sangat besar dan ini terjadi pada reaksi nuklir kuat. Misalkan kejahatan perang yang pernah dilakukan oleh sebuah negara adikuasa yang meluluhlantakkan 2 buah kota di jepang pada tahun 1945. Energi yang dihasilkan tidak terkendali dan memang dimaksudkan untuk menghancurkan. Energi nuklir yang terkendali dihasilkan dalam sebuah reaktor nuklir yang mampu mengatur laju reaksi sehingga dapat dikontrol dan hasilnya dapat digunakan untuk kepentingan manusia (misalkan pembangkit tenaga listrik). Namun bagaimana sekiranya jika reaksi yang sangat cepat itu terjadi pada 2 buah kebudayaan misalkan kebudayaan lokal kita dengan kebudayaan asing, apakah reaksi ini bisa dikendalikan juga untuk sebuah kepentingan yang lebih baik? Setahu saya selama ini reaksi yang sangat cepat itu hanya menghasilkan ketidakteraturan. Lagipula seharusnya evolusi sebuah kebudayaan seharusnya terjadi secara bertahap karena di dalamnya melibatkan faktor manusia.

“ Reaksi Nuklir dan Percampuran kebudayaan ”

  1. Anonymous Anonymous Says:

    Dalam sejumlah hal, interaksi antarmanusia memang dapat dianalogikan dengan interaksi materi. Namun, harus diingat bahwa manusia merupakan materi yang 1) hidup dan 2) berakal.

    Setidaknya ada dua macam masalah dalam kehidupan manusia.

    1) Masalah bertahan hidup dipecahkan dengan penguasaan ilmu dan teknologi.

    2) Masalah interaksi manusia dipecahkan dengan aturan, sebagai standard benar-salah.

    Mengenai keragaman budaya Nusantara, aku sendiri menyukai sebagian besar dari mereka. Namun, usia atau pengaruh suatu budaya sama sekali tidak ada relevansinya dengan harus atau tidak suatu budaya, ehm, dihilangkan (ouch).

  2. Blogger ismansyah Says:

    Adnan--> Sekiranya tidak mudah untuk mencerna maksud dari komentar-komentar anda. Perlu bagi saya membacanya 2 sampai 3 kali dulu. Adnan, masih yang dulu :)

  3. Anonymous Anonymous Says:

    Setahu saya selama ini reaksi yang sangat cepat itu hanya menghasilkan ketidakteraturan.

    Ah... siapa bilang Man? Inflasi dalam big bang menghasilkan alam semesta yang teratur seperti sekarang. Inflasi toh bisa disebut reaksi cepat kan? Ketika entah-karena-apa semesta mengembang secara eksponensial.

    Begitu juga dengan budaya. Reaksi yang sangat cepat dalam perkembangan Islam contohnya. Dalam selang waktu seratus tahun, Islam sudah berkuasa di atas banyak wilayah dunia, dan memengaruhi kebudayaan berbagai bangsa dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sejak itu begitu menakjubkan. Bukankah tanpa itu, Eropa tak akan mengalami kejayaannya yang sekarang?

    Tapi kenapa Islam seperti sekarang? Mungkin karena reaksinya tidak komplit sehingga pengaruh baiknya bertahan di luar, dan yang di dalam malah reaksi terasa sementara doang. Hehe...

  4. Blogger trying to be someone Says:

    Setuju dengan pendapat kang adnan, bahwa sains alam dan sains sosial memang memiliki kesamaan, tetapi ada perbedaannya. Kadang kala saya memakai analogi sosial untuk menjelaskan fenomena alam, tetapi perlu kita ingat dalam sains sosial obyeknya mempunyai pikiran sendiri :)

    Dalam asimilasi budaya terdapat dua hal yang perlu kita perhatikan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Misalkan saja sebuah kebudayaan mempunyai banyak nilai-nilai positif tetapi karena faktor dukungan dari dalam untuk mempertahankan kemurnian budaya asal maka asimilasi tidak terjadi. Kemudian banyaknya variasi kebudayaan di permukaan Bumi dapat terjadi karena adanya faktor toleransi antar budaya tersebut, di sisi lain musnahnya sebuah kebudayaan dapat disebabkan oleh kesombongan atau perasaan terancam oleh budaya tersebut.

  5. Anonymous Anonymous Says:

    mas ding, eddy, adnan --> terima kasih, masukan yang menarik :)