<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

“Tipu-tipu Bekmen”

Saturday, July 11, 2009 by ismansyah


Ketika saya masih duduk di bangku SMA, saya senang sekali menonton orang bermain catur di warung kopi. Suatu ketika seorang kakek yang sedang bermain catur bernyanyi setengah berteriak “i love u so nindu man bangku*” (sambil memejamkan mata dan menggelengkan-gelengkan kepalanya). Tidak ada yang tertawa pada saat itu. Hanya saya dan seorang teman yang tertawa lebar. Akan tetapi semua orang tahu ia bersenandung karena ia dalam posisi unggul. Dan semua orang juga tahu kalau mereka juga akan melakukan hal yang sama.

"Tipu-tipu Bekmen" adalah sebuah istilah dalam PERCAMA (Persatuan catur Mahasiswa) untuk menyatakan trik culun, sangat ketahuan, yang digunakan untuk memperangkap lawan dalam bermain catur. Asal katanya adalah tipu-tipu Batman, kemudian diplesetkan karena perubahan pelafadzan Batman menjadi Bekmen dianggap mampu memberikan sensasi konyol dan
katro’ di telinga.

Sebenarnya banyak kosa-kata (baca:igauan) yang terlahir di PERCAMA akan tetapi tidak pernah ada langkah serius yang diambil untuk mendokumentasikannya ke dalam sebuah buku (wkwkwkoko). Semuanya hanya mengalir begitu saja dalam permaian-permainan catur, terlahir kemudian mati digantikan “igauan-igauan” yang baru. Sewaktu saya masih baru di organisasi ini, ada sebuah plesetan lagu yang sering dinyanyikan para senior dan sampai sekarang masih melekat di benak saya. Lagu “Cicak-cicak di dinding” diplesetkan menjadi seperti ini :
“Tutsnak-tutsnak di dinding, diam-diam merajap...”. Saya sendiri tidak tahu bagaimana asal lagu itu muncul dan tak seorang pun yang benar-benar tahu apa arti tutsnak. Akan tetapi, ketika sedang bermain catur, tidak ada kejanggalan, keanehan, apalagi larangan untuk menyanyikan lagu-lagu Gazebo (Gak jelas Banget Bok!) semacam ini.

Pada dasarnya ini adalah bentuk “igauan”, sering kali muncul ketika seseorang sedang bermain catur dan biasanya ketika sedang berada diatas angin. “Igauan-igauan” ini saya anggap sebagai sebuah ekspresi emosional seorang pemain yang keluar secara spontan (sering kali blak-blakan) dan dihasilkan secara simultan melalui sebuah proses
multiple thinking. Bayangkan saja sebuah kosa kata aneh yang sama sekali baru muncul bersamaan dengan melangkahkan buah catur secara mantap. Apalagi jika langkah itu adalah sebuah langkah kemenangan (yang dengan itu ia unggul ruang, atau unggul perkembangan, atau unggul pion, atau unggul perwira, atau malahan men check-mate raja lawan). Maka “igauan-igauan” semacam ini akan nikmat sekali ketika diucapkan.

Sepengetahuan saya ini terjadi bukan hanya di PERCAMA akan tetapi ‘igauan-igauan” semacam ini adalah budaya khas pecatur Indonesia. Meskipun berada dalam sebuah pertandingan formal, akan tetapi jika bukan sebuah partai resmi, “igauan-igauan” ini selalu menghiasi kemeriahan permainan catur.(Mungkin karena dunia percaturan kita tumbuh dan berkembang dari jalanan, tempat nongkrong, ataupun warung kopi). Biasanya “igauan” ini dikomunikasikan secara bergantian. Misalkan jika pemain hitam sedang unggul, maka ia akan “bersenandung”. Akan tetapi jika nantinya pemain putih yang unggul maka gantian pemain putih yang “bersenandung rindu” dan pemain hitam terdiam. Bahkan dalam pertandingan resmi sekalipun “igauan” ini sesekali muncul tanpa disengaja (karena pada dasarnya ‘igauan” ini juga muncul secara tidak sengaja, tidak direncanakan) oleh para pemain apakah itu pemain pemula ataupun bergelar Master nasional/internasional sekalipun. Rasa-rasanya tanpa “igauan-igauan”, permaian catur serasa hambar dan menjadi catur bisu.


* Nindu man bangku --> Adalah bahasa Batak Karo yang artinya “kau katakan kepadaku”.


Wednesday, July 01, 2009 by ismansyah

Karen Armstrong
MUHAMMAD, Prophet for our time


Buku yang menarik menurut saya karena selama ini saya hanya membaca narasi tentang nabi saya melalu pengarang-pengarang yang beragama Islam dan setelah baca selama 5 hari, ternyata ada sesuatu yang terlihat berbeda dibandingkan dengan biografi Muhammad dari buku-buku yang pernah saya baca sebelumnya. Buku ini luput memberikan gambaran sosok seorang Muhammad sebagai seorang nabi seperti dalam buku-buku yang pernah kita baca dahulu (yang seharusnya memang tidak kita harapkan dari seorang penulis yang bukan muslim). Beliau hanya mampu menggambarkan sosok Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin yang serba bisa yang berhasil melakukan transformasi budaya, sosial, dan politik di tanah arab. Kesan keagungan, elegan, kejeniusan spiritual, kesucian, kemulian seorang nabi, dan hal lain yang mungkin bersifat lebih abstrak tidak mampu ditampilkan (atau memang disengaja untuk memperlihatkan kesan objektif kepada pasar utama yaitu masyarakat barat).


Akan tetapi pada topik lain Karen Armstrong sudah begitu bagus terutama dalam motif utamanya untuk menjembatani jurang antara barat dengan negeri-negeri islam. Secara umum ia banyak memberikan penekanan pada narasi yang berhubungan dengan propaganda-propaganda populis yang beredar di barat. Misalkan menjelaskan secara kontekstual bahwa perang yang dipimpin oleh nabi Muhammad sangatlah wajar dan memiliki alasan logis yang kuat. Dalam buku ini setiap saat ia berusaha memperlihatkan kepada kita bahwa agama-agama samawi berasal dari Tuhan yang sama dan tidak memiliki perseteruan yang berarti atas motif idiologi.


Ia begitu piawai dalam menarasikan permasalahan gender dalam Islam pada masa kehidupan rasul yang sebelumnya peran wanita begitu inferior (bahkan tertindas) dalam budaya arab pra-Islam. Kemudian dengan analisa latar belakang kebudayaan arab juga, ia menjawab masalah poligami nabi yang sering kali dijadikan propaganda populis di negeri-negeri barat. Beberapa kalimatnya saya kutip dibawah ini :


Pada periode pra-islam, seorang perempuan tidak punya hak milik atas apapun. Setiap kekayaan yang datang kepadanya menjadi milik keluarga dan dikelola oleh saudara lelakinya.(hal 230)


Secara tradisional, perempuan dipandang sebagai bagian dari harta milik lelaki. Setelah kematian lelaki, para istri dan anak perempuanya diteruskan kepada ahli waris lelakinya, yang sering membiarkan mereka tetap tak menikah dan miskin agar dapat mengendalikan harta warisan mereka. (hal 230)


dan menarik, setelah memaparkan latar belakang, ia memasukkan kutipan interpretasi Al'Quran pengarang lain tentang poligami tersebut :


Institusi poligami dalam Al'Quran merupakan sebentuk legislasi sosial. Ini dirancang bukan untuk memenuhi selera seksual kaum lelaki, melainkan untuk meluruskan ketidakadilan yang ditimpakan pada janda, anak yatim, dan tanggungan perempuan lainnya yang amat rentan.(Mernissi,Women and Islam 162-3;Ahmed, Women and Gender in Islam,53)


dan ia menambahkan :


Al'Quran sedang berupaya memberi kaum perempuan status hukum yang tidak akan dinikmati oleh sebagian besar perempuan barat hingga abad kesembilan belas. Emansipasi wanita merupakan proyek yang dekat di hati nabi, tetapi mendapat tantangan keras dari banyak lelaki di dalam ummah, termasuk beberapa sahabat terdekatnya. Dalam masyarakat yang serba kekurangan, perlu keberanian dan bela rasa untuk mengambil tanggungjawab finansial atas empat permpuan dan anak-anaknya. (hal 231)


Suatu paparan yang sangat jelas yang saya kira dapat meluruskan paradigma negatif masyarakat tentang poligami dalam Al’Quran.


Selebihnya buku ini bercerita apa adanya dari sumber yang beliau dapat dan saya kira sebelum membacaranya sangat dianjurkan, terutama anda yang dominan otak kanan, untuk membaca kata pengantar (Jalaluddin Rakhmat) yang merupakan pedoman yang membimbing dalam membaca buku ini.


Terakhir saya ucapkan terima kasih kepada ibu karen Armstrong yang telah menulis buku ini dengan susah payah dan berusaha mendamaikan perseteruan yang mungkin tidak akan pernah selesai sampai akhir zaman. Saya mengutip kata-kata Jalaluddin Rachmat :

Akhirnya kita patut memberikan apresiasi kepada Armstrong, yang tidak henti-hentinya mengajak barat untuk memahami Islam dan mengajak umat Islam untuk memahami barat.


Dan saya juga mengutip kata-kata beliau sebagai penutup:

"Jika kita ingin menghindari kehancuran, dunia Muslim dan barat mesti belajar bukan hanya untuk bertoleransi, melainkan juga saling mengapresiasi. Titik berangkat yang baik adalah dari sosok Muhammad: seorang manusia yang kompleks, yang menolak kategorisasi dangkal yang didorong oleh idiologi, yang terkadang melakukan hal yang sulit atau mustahil kita terima, tetapi memiliki kegeniusan luar biasa dan mendirikan sebuah agama dan tradisi budaya yang didasarkan bukan pada pedang, melainkan pada namanya 'islam',berarti perdamaian dan kerukunan"


Gambar : http://digibookgallery.co/buku/cover%20depan%20muhammad%20prophet.jpg

Labels:

Haruskah menyepi dan sendiri?

by ismansyah


Serapuh itu kah kita dalam kesendirian?. Dan kita sering mengeluh akan sebuah keterasingan yang mapan (seolah-lah terorganisasi untuk mencampakkan kita dari ikatan-ikatan). SEBENARNYA, masing-masing kita adalah sendiri!, terisolasi dalam pikiran dan ikatan-ikatan masyarakat kita, hanya saja merasa nyaman dengan itu semua.


Kesendirian, keterasingan adalah purbasangka atas pelarian dari lingkungan sosial yang mapan dan tidak kuasa untuk dielakkan. Saat merasa nyaman, kita mengangapnya sebagai sebuah keniscayaan. Akan tetapi efek ikatan-ikatan sosial, paradigma arus utama pada masyarakat sering kali sangat melelahkan untuk ditanggapi dan pada keadaan inilah ia menjadi sebuah kesendirian, keterasingan di keramaian.

Alih-alih menelurkan saran yang konstruktif, kita sendiri yang akan dihantam, tercerabut oleh badai iklan yang tak berperasaan. Dengan semangat kapitalismenya, ia hendak mencengkram dunia, dan siapa yang hendak menolak "kenyamanan hidup?"(Sebuah kejahatan yang sangat lembut, sudah lama dipraktekkan dan tidak banyak yang tahu. Hanya segelintir orang yang peka, gemetar bibirnya, dan menetes air matanya mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan)

Kejahatan-kejahatan ini terus berlanjut, tanpa disadari dari waktu ke waktu karena masing-masing kita tidak mau tahu apalagi ambil bagian. Kita malah ikut merayakan, sadar atau tidak sadar, dan seperti kata-kata terdahulu, kebodohan, ketidaksadaran berasosiasi dengan mabuk dan "haram" hukumnya dalam konteks ini.

Kita menghendaki suatu masyarakat yang sekuler, tidak mencampurkan kehidupan pribadi dan masyarakat yang kita anggap berada pada panjang gelombang yang berbeda, maka tidak bisa di-superposisi-kan (dan ini terbantahkan oleh fisika), apalagi dibandingkan. Kita bisa merasa sangat peka saat melihat penderitaan rakyat akibat gempa, menitikkan air mata, lalu kembali beristirahat di hotel bintang lima. Lalu kita semua, orang-orang mapan lainnya berjanji akan membantu petani, orang miskin (jika terpilih nanti), dan disaat yang sama kita bergelimang harta dan menghambur-hamburkan uang untuk dana kampanye yang aku tegaskan! tak berguna!(memang selalu butuh biaya untuk belajar, katakanlah itu sebuah pembelajaran demokrasi, tapi bukan cara belajar seperti ini yang kita harapkan). Terjadi pemisahan-pemisahan disini. Potongan-potongan waktu, potongan-potongan kejadian yang saling lepas dan diskrit yang kita anggap tidak saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Ini memang contoh sederhana yang tiap hari terlihat, akan tetapi terluput dari perhatian kita yang mungkin telah mendefenisikan kepedulian dengan cara yang sama sekali berbeda (satu bentuk evolusi psikologi masyarakat yang berbahaya). Ada paradoks kompleks pada keadaan seperti ini. Di abad teknologi yang bumi terlihat semakin kecil, jarak semakin pendek, dan dunia semakin datar, akan tetapi manusia semakin terkotak-kotakkan. Manusia-manusia semakin terasingkan padahal berita kemalangan sudah begitu nyaring di telinga kita. Berita ketidakadilan selalu beredar dimana-mana dan Izrail bukanlah tamu yang asing yang "menjemput" banyak saudara kita dengan cara yang seharusnya kita anggap tidak biasa. Pada titik ini bumi tiba-tiba mengembang seperti alam semesta dan seolah-olah setiap manusia terpisah sejauh jarak galaksi yang berbeda dan semakin jauh setiap waktunya. Tangisan anak-anak disana menjadi perhatian kita dan kita merasa inferior untuk melakukan apa-apa. Hanya dalam wacana untuk kepentingan-kepentingan pragmatis (seperti apa yang sedang dilakukan penulis sekarang ini :( , hanya saja ia tak mengharapkan apa-apa dari tulisan ini)

Padahal kita sudah sama-sama tahu bahwa setiap orang di sudut negeri ini percaya keadaan kita sudah sangat kompleks dan susah untuk ditangani maka jangan menjanjikan apa-apa jika ragu-ragu untuk menepati. Pada dasarnya kami hanya ingin melihat satu bentuk kejujuran yang terdalam yang orang paling bejat sekalipun dapat melihatnya. Bentuk kejujuran yang berani dan khidmat, katakan yang benar, mengaku salah jika salah. Kami sadar, dan tidak akan memaksakan bentuk kejujuran sempurna yang diperlihatkan oleh Muhammad dahulu (yang membuat orang Jahiliah arab pra-Islam sekalipun menjulukinya sebagai "orang yang dapat dipercaya") karena semua orang tahu asal-usul dan track-record saudara-saudara sekalian. Dan kami sama sekali tidak mengharapkan bentuk pembelaan, omong kosong masa lalu, apalagi pembodohan rakyat yang merupakan kesalahan yang "tidak bisa dimaafkan".

Dan kami rakyat memang hanya bisa berkomentar saja, benar sekali. Cuap-cuap melihat semua ketidakberesan ini. Kami tahu bahwa kami juga kerap kali ingkar janji, mungkin karena alasan itulah kami tidak mencalonkan diri untuk menjadi apa-apa.

..........

Maka di Saat-saat genting seperti ini, keterasingan adalah salah satu jawaban, meskipun tidak selalu menjadi solusi terbaik, setidaknya bisa menjaga pikiran tetap steril dari campuran berbagai informasi yang dipaksakan. (kita setiap saat disuapi dengan berbagai kata-kata, paradigma, doktrin, dan informasi-informasi lain yang tidak bertaggung jawab dan pada suatu titik jenuh kita tidak akan kuasa untuk melawannya, setidaknya berteriak mengeluarkan umpatan yang tentu juga bersifat destruktif). Saat-saat seperti ini kesendirian mudah-mudahan mampu menghadirkan sebuah sudut pandang yang sama sekali berbeda. Berlari, berlarilah dari ikatan-ikatan manusia untuk sementara. Barangkali alam adalah bentuk "hidup" yang sederhana dan mudah untuk dicerna karena ia akan selalu bersifat alami, mengikuti hukum keseimbangan. Terlahir, tua, mati. Makan, dimakan. Bergerak, mengalir dalam alur. Terprediksi dan terkendali!! tidak seperti kebebasan manusia yang kerap kali diselewengkan menjadi sebuah chaos yang tak terkendali.

Gambar : alonebymust.blogspot.com/2008/07/alone-and-ge...