<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Interpretasi lukisan Sarah

Monday, June 11, 2007 by ismansyah



maka, temui aku di belantara kita
yang telah kusulap menjadi taman bunga
hanya untukmu...

Mungkin ia berpikir seperti ini "hmm..sepertinya aku butuh empat ekor kelinci agar gambarku benar-benar seperti taman kelinci, karena semua sisi gambar akan diisi oleh kelinci-kelinci yang lucu". Kemudian ia memulai menggambar 4 buah kelinci. Dimulai dari kepala, telinga, dan badan. Setelah dilihat-lihat lagi ternyata badannya lebih mirip badan buaya, tapi apa pedulinya. Lalu ia menghiasi matanya dan membuat kaki si kelinci sedikit lebih kecil dari aslinya. Jika kita bertanya padanya "kenapa kakinya kecil sekali?" dia akan jawab "seperti itu yang kulihaat"

Tapi gambar ini tidak akan menjadi taman kelinci jika hanya dihuni oleh kelinci. Berarti ia harus menambahkan rumput-rumput tempat kelinci berlari-lari kesana kemari. Bisa juga dijadikan makanan oleh kelinci-kelinci itu. Lalu ia selipkan sedikit warna merah pada rumput-rumput itu untuk mengatakan bahwa "ini bunga!"Tapi rumput itu butuh matahari!kalau tidak ia akan mati, begitu juga kelinci-kelinci itu, maka diberilah matahari, kuning besar yang bersinar terang dipojok kiri. Sekarang semuanya telah lengkap tapi tunggu, ada yang kurang, tapi apa? "oya..langit biru, semua orang suka langit biru, bukan hanya anak-anak, orang dewasa juga suka langit biru". Maka ia menambahkan langit biru dan sedikit lagi latar gambarnya akan dipenuhi oleh langit biru. "Tapi ups..hampir lupa, gambar ini harus diberi nama. Kelinci sarah, ya kelinci-kelinci kepunyaan sarah, karena aku adalah sarah namaku sarah :) ". "Nah semua telah selesai...."

Labels:

PUISI SENJA BUAT RIZKI

Wednesday, June 06, 2007 by ismansyah

Senja sapa pohon kenari itu dan berkata "permisi, aku ingin lewat ranting pohonmu"
dan begitu juga senja berlalu diiringi teriakan angin yang deru-menderu

tapi ia terhenti sejenak, teringat sesuatu dan mengintip dari balik daun-dauanan kenari itu
"hmm..cukup lama aku hidup bersama bayang-bayang panjangmu"

28 mei 2007

Labels:

Pukul setengah dua

by ismansyah

Aku hanya tak terbisa dengan ini, memaksakan menulis sesuatu saat hujan turun setengah hati di paru-paru kota. Malah aku hanya kaku memandang menerawang ke depan mengharapkan ada sesuatu yang terlintas di benakku. Tentang hujan? hujan hanya sarana, begitu juga malam dan lampu-lampu temaram, tapi bukan itu yang harus ditulisi untuk dituangkan menjadi sebuah cerita.

Dan akhirnya tetap begitu saja, aku dan hujan saling pandang memandang, aku dan temaram saling pandang memandang, dan temaram dan hujan saling pandang memandang. Ntah apa,.. tapi aku merasa kami hanya berbicara lewat tatapan mata.

1 juni 07 01.45

Dua sisi mata uang

by ismansyah


Jika aku adalah lelaki bodoh yang selalu meneriakkan kebebasan-berlagak seperti seorang william wallace meneriakkan freedom diakhir kematiannya- dan kau adalah wanita kaku yang takkan pernah keluar dari sangkar kayumu yang nyaman. Tapi tak ada bedanya, kita berdua manusia naif, tak ada yang lebih baik apalagi paling baik.

Aku takkan pernah nyaman berada dalam sekat-sekat, apalagi terkungkung dalam aturan dan segala bentuk tanda seru. Dalam pikiranku semua itu mengabaikan variasi karakter individu, melecehkan kemanusiaanku. Aku terbiasa berkelana kesana kemari dalam pikiranku, mencoba sana sini, dan akhirnya hari-hari juga yang mengadili. Aku mengaku salah, menyesal, dan berpikir seandainya tidak berbuat demikian. Tapi aku sadar bahwa aku adalah seorang keras kepala yang takkan pernah tahu panasnya api sebelum terbakar terlebih dahulu.

Sedangkan kau adalah seorang putri yang berbahasa dengan sangat formal, dan berusaha sebisa mungkin menyimpan caci makimu di depan cermin. Engkau dan orang di belakangmu adalah orang mapan, dan terus berjuang untuk mempertahankannya dan sejak kecil dididik untuk takut mempertanyakannya. Segala pertanyaan-pertanyaan kritis adalah tabu, dan harus dibunuh kemudian dikubur dalam-dalam hingga tak bisa lagi bangkit dari kematiannya.

Tapi tetap saja kita berdua sama, tak ada yang lebih baik, apalagi paling baik. Aku akan bergelut dengan pikiran ku, dan akan terus begitu, tak berujung karena tak pernah menemukan realitas yang sesuai dengan semua pertanyaan-pertanyaan itu. Beberapa tahun lagi aku mungkin telah menjadi orang gila, karena terus menerus dihantui pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban. Terlunta-lunta dan merasakan puncak kesepian yang sangat mendalam. Sedangkan kau juga akan terus begitu, menikmati segalanya, mencolok kedua matamu sampai buta. Beberapa tahun lagi, kau akan bosan juga dengan segala bentuk kenyamanan itu, karena tidak ada posisi yang benar-benar nyaman selamanya, semua berubah dan bergerak seperti roda-roda. Pada titik itu otak mu akan benar-benar bekerja, dan kita akan bertemu dalam satu muara persepsi yang sama. Pada saat itu kau dan aku akan benar-benar tahu bahwa kita memang sama, dan akan mempertanyakan pertanyaan yang sama pula,Untuk apa semuanya???

.................................................
Meskipun pada suatu waktu, kau tak akan lagi datang padaku.

Kita memang bersandar pada apa yang mungkin kekal,
mungkin pula tak kekal.
Kita memang selalu bersandar pada mungkin.
Kita bersandar pada angin

Dan tak pernah bertanya: untuk apa?
Tidak semua, memang, bisa ditanya untuk apa.

barangkali saja kita masih mencoba memberi harga pada sesuatu yang sia-sia. Sebab kersik pada karang, lumut pada lakon, mungkin akan tetap juga disana - apapun maknanya.

"Pada Sebuah Pantai: Interlude"
Goenawan Muhammad, 1973

Labels: